top of page

PROFIL ANAK DI INDONESIA

BERMARTABAT

chidren.jpg

BERHARGA

artworks-000081071145-9kr0ez-t500x500.jp

BERPOTENSI

artworks-000081071145-9kr0ez-t500x500.jp

Anak berisiko adalah anak yang kebutuhan fisik, psikososial dan spiritualnya tidak terpenuhi secara memadai (terhambat) karena kondisi spesifik sehingga kehilangan kesempatan untuk bertumbuh kembang secara sehat dan mencapai potensi maksimal.

Secara umum semua anak adalah beresiko

(dirangkum dari pandangan pemerhati anak: Dwidjo Saputro, Eddy Sianipar & Irwanto, 2010)

 

Sebanyak 33% masyarakat Indonesia adalah anak (0-18 tahun), karenanya pelayanan kepada anak adalah sesuatu yang sangat strategis dan dapat membawa dampak signifikan bagi pembangunan bangsa secara umum dan kesaksian gereja secara khusus.

 

Permasalahan anak bukan hanya sebatas permasalahan departemen sekolah minggu dari sebuah gereja, melainkan permasalahan masa depan gereja dan bangsa yang untuknya gereja di Indonesia perlu bergandengan tangan dalam memberi jawaban, menjadikan anak sebagai solusi masa depan bangsa. Artinya gereja masa kini seyogyanya melihat anak dalam konteks luas, anak di dalam gereja maupun anak di tengah masyarakat, anak yang mempunyai kebutuhan mental spiritual maupun anak yang mempunyai kebutuhan sosial dan jasmani.

 

Sebagian gereja telah melakukan pelayanan kepada anak berisiko, sebagian lagi tergerak untuk melakukannya namun tidak mengetahui bagaimana memulainya. Sebagian melayani anak hanya di bidang mental spiritual, sedangkan yang lain hanya menekankan aspek sosial dan jasmani, sehingga pelayanan kepada anak terkesan parsial dan tidak holistik. Menjawab hal tersebut diatas maka dibentuklah Jaringan Peduli Anak Bangsa (JPAB) melalui keputusan peserta Konsultasi Nasional Peduli Anak Bangsa di Kinasih pada tanggal 20 Juli 2000.

 

Dalam perkembangannya, kategori anak berisiko yang digunakan JPAB mengacu kepada UU No.35/2014 tentang perubahan UU Perlindungan Anak No. 23 /2002, yaitu:

 

a) Anak dalam situasi darurat;

b) Anak yang berhadapan dengan hukum;

c) Anak dari kelompok minoritas dan terisolasi;

d) Anak yang dieksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual;

e) Anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya;

f)  Anak yang menjadi korban pornografi;

g) Anak dengan HIV/AIDS;

h) Anak korban penculikan, penjualan, dan/atau perdagangan;

i)  Anak korban Kekerasan fisik dan/atau psikis;

j)  Anak korban kejahatan seksual;

k) Anak korban jaringan terorisme;

l)  Anak Penyandang Disabilitas;

m)Anak korban perlakuan salah dan penelantaran;

n) Anak dengan perilaku sosial menyimpang;

o) Anak yang menjadi korban stigmatisasi dari pelabelan terkait dengan kondisi OrangTuanya. 

bottom of page