top of page

JPAB dalam BERITA

LOKAKARYA JPAB mengembangkan partisipasi masyarakat mendukung Kupang menjadi KOTA LAYAK ANAK

 

Lokakarya JPAB mempunyai tujuan mulia

POS KUPANG.COM, KUPANG- - Jaringan Peduli Anak Bangsa atau yang biasa disingkat JPAB menggelar lokakarya mengembangkan partisipasi masyarakat untuk mendukung Kupang menjadi Kota Layak Anak di Hotel Kristal Kupang Jumat (6/7/2018).

Saat ditemui di sela-sela kegiatan ketua panitia Pdt. Anita Ch. Amnifu Mooy,S.Th mengatakan lokakarya ini diadakan dengan latar belakang kondisi Indonesia yang darurat anak. Menurutnya ada 4 kondisi darurat anak yang perlu mendapat perhatian pemerintah dan masyarakat yaitu darurat kekerasan seksual anak, Darurat narkoba, darurat pornografi dan daruray pedofil.

" Menurut data KPAI angka kekerasan terhadap anak dari tahun 2013-2014 meningkat 100% baik anak yang menjadi korban maupun anak sebagai pelaku kekerasan. Kemudian BNN memprediksi jumlah penghuna Narkotika di Indonesia sudah melebihi 4 juta orang dan ada 44 jenis narkotik baru di Indonesia. Lalu hasil survei KPAI terhadap 4.500 pelajar SMP dan SMA di 12 Kota Besar di Indonesia menunjukan 97 persen responden telah mengakses situs berkonten pornografi melalui internet. Sedangkan pedofil kementrian sosial.mencatat Indonesia menduduko posissi pertama dalam mendownload situs pedofil Asia," ujarnya.

Menurutnya secara khusus JPAB nasional menginisiasi sebuah gerakan ramah anak agar masyarakat berperan aktif dalam upaya pemenuhan hak-hak anak. Gerakan ramah anak adalah sebuah gerakan partisipasi umat kristiani untuk memperjuangkan pemenuhan hak anak melalui gereja, sekolah, dan lembaga kesejahteraan sosial anak. Gerakan ini juga menurutnya mendukung pemerintah dalam mewujudkan kota/kabupaten yang layak anak (KLA) di seluruh Indonesia.

" Karena itu kami JPAB regional NTT yang menjadi bagian dari JPAB nasional memfasilitasi kegiatan lokakarya dengan tema mengembangkan partisipasi masyarakat dan mendukung Kupang menajdi Kota Layak Anak. Tujuannya adalah untuk penyamakan perspektif tentang anak untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pemenuhan hak anak baik melalui pencegahan maupun melalui respon terhadap kasus yang ada," lanjutnya.

Selain itu tujuan lainnya adalah untuk membangun sinergi dan komitmen bersama antara pemerintah dan amsyarakat untuk mewujudkan Kupang menjadi Kota layak anak.

Sementara itu Haryati selaku ketua pengurus JPAB nasional mengatakan permasalahan anak di NTT memerlukan komitmen bersama dari semua lini untuk memberikan yang terbaik bagi anak. Menurutnya salah satu upaya yang harus dilakukan adalah menginisiasi membangun sistem perlindungan anak di lingkungan terkecil dan terdekat dengan anak seperti keluarga, masyarakat, gereja, sekolah dan juga LKSA.

" Melalui lokakrya ini diharapkan selurug komponen bisa bergerak bersama bersinergi dalam mewujudkan Kupang menjadi kota layak anak dan.mengembangkan perlindungan anak berbasis masyarakat," pungkasnya.

Para peserta yang mengikuti lokakarya ini berasal dari berbagai elemen masyarakat antara lain SKPD terkait, tokoh masyarakat, perwakilan dari berbagai agama yang ada di NTT, dan juga pihak LSM. (*)
 

Pdt Mery Kolimon: Anak di NTT dianggap manusia kelas tiga

 

POSKUPANG.COM, KUPANG-Dalam kebanyakan budaya di NTT anak dipandang sebagai manusia kelas tiga. Kondisi ini yang menyebabkan posisi anak masih terpinggirkan di NTT.

Demikian Pdt. DR. Mery Kolimon ketika membawakan materi pada Seminar Kajian Teologi Anak Kontekstual dalam rangka Hari Anak Nasional 2016 yang diselenggarakan Jaringan Peduli Anak Bangsa (JPAB) Regional NTT bekerjasama dengan Yayasan Wahana Visi Indonesia (WVI) di Kupang, Selasa (19/7/2016).

Kegiatan ini juga dihadiri utusan gereja dan organisasi peduli anak dari wilayah Timor, Sumba dan juga Alor.

Menurut Kolimon, dalam Alkitab secara jelas ditegaskan bahwa anak itu adalah milik pusaka Allah, yang diciptakan sesuai gambar dan rupa Allah sendiri.

"Dalam diri anak terdapat kapasitas Illahi serta Tuhan mempunyai rencana khusus untuk kehidupan setiap anak. Gereja saat ini justru harus bergumul dengan pandangan budaya tentang anak. Bahkan pandangan budaya ikut mempengaruhi sikap gereja terhadap anak. Anak di NTT masih dianggap sebagai manusia kelas 3. Bahkan anak masih ada pembedaan lagi yakni anak laki-laki yang dianggap lebih tinggi nilainya dibanding anak perempuan," katanya.

Gereja Di Nias Harus Lebih Peduli Pelayanan Anak
 
Gunung Sitoli, CNICOM –  Gereja di Nias perlu lebih mempedulikan pelayanan terhadap anak-anak. Demikian salah satu pernyataan yang disampaikan oleh Abineri Gulo, S.Th. Pernyataan ini disampaikannya dalam seminar bertema Kajian Teologi Anak Kontekstual yang dihelat di Sekolah Tinggi Teologi (STT) BNKP Sundermann, Gunung Sitoli, Nias, Pertengahan Mei lalu.
Hal tersebut disampaikan oleh Abineri dalam rangkaian paparannya mengenai profil anak-anak di Kepulauan Nias. Menurutnya dari waktu ke waktu kompleksitas permasalahan anak makin tinggi. Bukan hanya dari sisi kuantitas, dari sisi kualitaspun permasalahan yang dihadapi anak semakin tinggi. Beberapa permasalahan yang menimpa anak di Indonesia akhir-akhir ini, seperti pelecehan seksual dan pemerkosaan merupakan bahaya yang mengancam anak-anak termasuk di Pulau Nias.

Menurutnya, gereja perlu lebih memperhatikan pelayanan terhadap anak baik yang bersifat langsung maupun pembinaan keluarga. Tak dapat dipungkiri, menurutnya, saat ini perhatian gereja terhadap pelayanan anak tidak sekuat perhatian gereja terhadap pelayanan orang dewasa.

“Harus diakui selama ini perhatian gereja terhadap pelayanan anak tak sebesar perhatian gereja terhadap pelayanan dewasa. Hal ini dapat dilihat dari fasilitas, anggaran dan konsentrasi layanan yang diberikan gereja terhadap kedua jenis pelayanan tersebut,” ungkap Abineri yang juga mantan aktivis pemuda Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) semasa di Jakarta beberapa tahun lalu, itu.

Pada bagian lain sembari menyebut jumlah statistik permasalahan anak di Nias sebagaimana rilis data Pusat Kajian Perlindungan Anak (PKPA) Abineri mengajak seyogyanya semua pihak terutama gereja sebagai elemen utama pembinaan terlibat aktif dalam pelayanan anak. “Kompleksitas permasalahan yang dihadapi anak saat ini menurutnya membutuhkan kerja keras seluruh elemen untuk menyelesaikannya. Dalam hal ini gereja memilii peran yang cukup signifikan”, ungkapnya di seminar yang diselenggarakan hasil kerjasama STT BNKP Sundermann dan Jaringan Peduli Anak Bangsa (JPAB)

Gerakan Ramah Anak

Setelah menyapa anda beberapa waktu lalu, kali ini kami akan menyajikan edisi khusus Gerakan Ramah Anak. JPAB menginisiasi gerakan ini dengan Pertemuan Perdana yang diadakan tanggal 14 Maret 2017 di Graha Bethel Jakarta dihadiri oleh 60 orang peserta dari berbagai aras gereja dan lembaga, yang fokus pada 3 kategori: Gereja Ramah Anak, Sekolah Ramah Anak, dan LKSA Ramah Anak.

selengkapnya....

​
Kajian Teologis Anak Kontekstual (KTAK)

“Kurikulum 2013 mengharuskan setiap anak memiliki gadget. Apakah gereja juga akan bergantung pada teknologi melihat perkembangan seperti ini?”“ (KTAK Jakarta, 2 Maret 2016) 

“Hasil diskusi kami dengan tokoh adat dan Gereja, menghasilkan semacam perikop khotbah yang isinya mendukung perubahan paradigma, ….Tapi, orangtua menyanggah dengan mengatakan “menurut Amsal, kami boleh menghajar anak kami. Kami lebih taat pada Alkitab”. Bagaimana cara kami mengadvokasi masyarakat, berkaitan dengan teologi anak?”(KTAK Gunung Sitoli - Nias, 14 Mei 2016) 

Potret Anak Masa Kini, Anak dalam: Media, Alkitab, Sekolah & Negara, Gereja, Budaya, Masyarakat & Keluarga; adalah beberapa pokok bahasan dalam Seminar Sehari KTAK (Kajian Teologi Anak Kontekstual) yang diadakan JPAB bekerja sama dengan ABBG.

selengkapnya....


Sekolah Ramah Anak

Kita mungkin sering mendengar jargon-jargon yang terkait anak dan popular seperti “Katakan tidak pada Narkoba! Jangan Berbicara dengan Orang Asing! Atau seminar-seminar populer seperti “10 langkah” atau “touching rules”. Semuanya didesain untuk membangkitkan kesadaran dan kewaspadaan terhadap bahaya kekerasan kepada anak. UU dan Peraturan pun dibuat untuk menghukum para pelaku kekerasan kepada anak.

Sekolah Ramah Anak didefinisikan sebagai satuan pendidikan yang aman, bersih dan sehat, peduli dan berbudaya lingkungan hidup, mampu menjamin, memenuhi, menghargai hak-hak anak dan perlindungan anak dari kekerasan, diskriminasi, dan perlakuan salah lainnya serta mendukung partisipasi anak terutama dalam perencanaan, kebijakan, pembelajaran, pengawasan, dan mekanisme pengaduan terkait pemenuhan hak dan... 

selengkapnya....

​

LKSA Ramah Anak

Dalam suatu pertemuan pemimpin Panti Asuhan (PA), ketika ditanyakan jumlah anak PA-nya, dengan bangga berkata, “Di Panti kami, tinggal 5 anak”, ”Kalau kami masih 7 anak”, dst. Semakin kecil jumlahnya makin bangga. Ada apa dengan gejala ini? Mengapa?

Menurut survei, fungsi PA saat ini sudah bergeser 80% anak PA bukan lagi anak yatim piatu, tetapi masih mempunyai satu orang tua atau lengkap. PA berfungsi sebagai tempat untuk mendapatkan akses pendidikan. Itu sebabnya ada istilah baru yang muncul: Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak (LKSA).

Pengasuhan terbaik adalah Berbasis Keluarga/masyarakat. Panti adalah alternatif terakhir. Pemerintah telah menerbitkan Permensos RI No. 30/HUK/2011 tentang Standar Nasional Pengasuhan Anak Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak (LKSA).

selengkapnya....

​

Anak Berkebutuhan Khusus

Keterlibatan JPAB dalam upaya Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA-RI) menyusun Buku Pedoman Penanganan Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) Bersumberdaya Masyarakat telah selesai dengan diterbitkannya buku dengan judul yang sama pada November 2015. Tetapi ini belum selesai, karena sampai saat ini JPAB secara aktif masih terus mendukung pemerintah di mana Tim Kajian Kebijakan Publik secara bergantian mengikuti Penyusunan Modul Penanganan ABK Bersumberdaya Masyarakat. Ibu Baby, Ibu Mardiana, Ibu Olwin, dan Pak Raja ikut aktif memberikan semua kemampuannya dalam penyusunan modul. Kita berdoa bagi Tim Kajian Publik, agar mereka semua akan semakin dipakai Tuhan untuk anak-anak Indonesia.

 

Informasi selanjutnya tentang Pedoman & Penyusunan Modul Penanganan ABK-BM, dapat menghubungi: Sekretariat JPAB telp 0812 8448 8220 atau  email : admin@jpab-indonesia.org 

​

Semua Anak Berisiko!

“Kita menegaskan bahwa semua anak adalah anak berisiko sejak awal kehidupan mereka”. Kutipan Deklarasi Oxford, 6 - 10 Januari 1997,  dihadiri 51 perwakilan dari 38 lembaga pelayanan anak berisiko dari Afrika, Asia, Eropa dan Amerika Utara dan Selatan - Konsultasi Internasional mengenai  Anak Berisiko di Oxford, Inggris. (Cat: jika anda ingin mendapat salinan Pernyataan Oxford, dapat mengirim email ke admin@jpab-indonesia.org). 

‘Anak berisiko’ bukan hanya anak yatim, anak korban perang, anak jalanan, tetapi juga anak-anak yang ada di Sekolah Minggu, Sekolah formal/informal, atau bahkan di institusi keagamaan. Seminar Sehari Pendidikan Karakter Anak Beresiko  menggunakan buku dengan judul yang sama, juga membahas anak-anak berisiko sesuai pernyataan Oxford. 

selengkapnya...

​

Warna Sari

JPAB adalah jaringan, sehingga akan terus mengembangkan jaringan dengan lembaga, gereja, dan mitra yang lainnya.

 

Sejak Januari s/d September 2019, JPAB telah:

  • Mendukung Pelatihan Kepemimpinan Program S2 Fakultas Teologi UKAW Kupang – Provinsi Nusa Tenggara Timur (9 - 13 Mei 2016).

  • Menerima sumbangan buku dari Beranda Gloria sejumlah 105 judul buku bernilai Rp. 3.007.200,- dan diskon 30% yang diberikan, dibelikan buku senilai diskon tersebut.  Buku-buku ini telah diserahkan kepada Perpustakaan Fak. Theologia Universitas Artha Wacana Kupang. Terima kasih untuk Beranda Gloria Yogyakarta. Kiranya buku tersebut membawa dampak bagi Pelayanan di NTT.

  • Memiliki MoU dengan STT Sunderman Nias untuk bekerjasama dalam program pengembangan kapasitas para pemimpin Kristiani yang berperspektif anak & mampu bersinergi dalam mendampingi generasinya.

  • Berpartisipasi pada Konsultasi Nasional MPK tanggal 19 - 21 Mei 2016 di Surabaya dan ikut memberi masukan strategis 5 tahun ke depan serta membangun network/berjejaring. JPAB juga ikut aktif dalam acara TCI yang diadakan pada tanggal 24 - 27 Mei 2016 di Sentul - Bogor.

  • Membuat MoU dengan STT Moriah – Tangerang

  • Mengadakan lokakarya Gerakan Ramah Anak di berbagai daerah di Indonesia

  • Mengadakan pelatihan konselor awam di NTT

  • Menyelesaikan Buku Panduan dan Modul Gerakan Ramah Anak

 

Mari terus berdoa untuk kerjasama JPAB dengan STT diseluruh Indonesia dan terbukanya kerjasama dengan lembaga, gereja, jaringan Pelayanan anak yang lain sehingga mimpi besar menjadikan Indonesia Layak Anak dapat terwujud.

Informasi selanjutnya tentang kegiatan JPAB lainnya, dapat menghubungi: Sekretariat JPAB pada hari dan jam kantor.

bottom of page